* { margin: 0; padding: 0; box-sizing: border-box; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; } body { background-color: black; } .badan { width: 880px; margin: 35px auto; background-color: white; padding: 20px; overflow: hidden; } .badan h2 { color: crimson; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin: 5px; margin-bottom: 13px; } .list-produk { border: 1px solid gainsboro; padding: 10px; float: left; width: 200px; margin: 5px; } .list-produk:hover { transition-duration: 700ms; box-shadow: 5px 5px gainsboro; } .list-produk img { width: 100%; height: 175px; display: block; margin-bottom: 5px; } .list-produk h4, .list-produk h5 { color: crimson; text-align: center; margin-bottom: 5px; } .tombol { text-decoration: none; border-radius: 7px; padding: 7px; display: block; float: left; width: 45%; margin: 4px; text-align: center; color: white; } .tombol:hover { background-color: black; transition-duration: 700ms; } .tombol-detail { background-color: green; } .tombol-beli { background-color: crimson; }
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemicu Pertempuran (Abadi) Indomaret vs Alfamart

Tutup mata kalian, bayangkanlah Indonesia, negara kepulauan yang setiap jengkal tanahnya didominasi dua jaringan besar minimarket. Kenapa bisa begini ya?

Ketika ada bangunan memasang logo Indomaret, hampir pasti akan muncul Alfamart di sekitarnya. Begitu pula sebaliknya. Persaingan dua jaringan minimarket itu tampaknya segera abadi dalam khazanah budaya pop, sekaligus menjadi kearifan lokal yang membuat masyarakat tak bisa lepas dari gurita bisnis mereka di berbagai wilayah. Pertanyaannya, bagaimana bisa dua perusahaan yang bersaing ketat ini selalu punya cabang berdekatan hingga ke pelosok kecamatan?

Tujuh tahun lalu, saya ingat sekali, sangat sulit menemukan minimarket semacam Indomaret ataupun Alfamart di luar Pulau Jawa. Sesudah mendaki Gunung Rinjani, saya mencari toko ritel di pinggir Pantai Senggigi untuk membeli pembalut. Hasilnya nihil. Hanya berselang setahun, ketika saya kembali ke Lombok, di area yang sama minimarket sangat mudah ditemukan. Seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, atau kota besar lain Pulau Jawa, minimarket di Senggigi itu adalah Indomaret dan Alfamart yang saling berdekatan. Harus banget sebelahan ya.

Faktor kedekatan lokasi Alfamart dan Indomart ini adalah praktik bisnis yang diakui oleh petinggi perusahaan. Wiwiek Yusuf selaku Marketing Director PT Indomarco Prismatama yang memegang lisensi Indomaret, menuding Alfamart—perusahaan di bawah naungan PT Sumber Alfaria Trijaya—sengaja meniru strategi bisnis mereka. Dilaporkan beberapa media di Tanah Air, banyak pula karyawan Indomaret yang hengkang ke minimarket pesaing atau sebaliknya. Keduanya juga sempat mengembangkan kepemilikan gerai melalui sistem waralaba dengan masyarakat, faktor pemicu bisnis minimarket ini meledak satu dekade terakhir.

"Kita sudah mulai berdiri dari 1985, berjalannya waktu mulai 2000-an (gerai) mereka belajar dari kita, sebagian (karyawan) kita masuk ke mereka. Mereka targetnya sama, kita sudah survei tempat, lalu katakanlah mereka curi start kita," kata Wiwiek saat ditemui awak media di Jakarta.

Wiwiek mengatakan soal jarak antar minimarket yang saling berdekatan tak hanya mengganggu konsumen ataupun warga biasa. Pihaknya pun merasa risih. "Kalau dibilang mengganggu pasti. Positifnya, kita berlomba-lomba sama-sama memberikan pelayanan pada konsumen," ujarnya.

Pengamat bisnis ritel Universitas Bina Nusantara, Asnan Furinto, menyatakan persaingan ekstrem dari dua perusahaan minimarket ini terjadi akibat kelengahan pemerintah ketika keduanya sedang bertumbuh. Sekarang pasar ritel kecil terlanjur mengalami dominasi oleh Indomaret dan Alfamart, tanpa ada peluang pemain baru muncul. Kedua perusahaan itu mengontrol 95 persen pangsa pasar minimarket Tanah Air. Tak heran bila manajemen kedua perusahaan itu terpaksa harus melakukan: a) membuka cabang sebanyak-banyaknya di wilayah yang masih memungkinkan; serta b) jangan sampai memberi kesempatan kompetitor menguasai satu wilayah tanpa gangguan. Sehingga tak perlu heran jika kalian melihat dua gerai minimarket berhadap-hadapan di sudut kampung, lalu berjarak 500 meter, ada lagi dua gerai yang sama bersebelahan.

"Itu konsekuensi market yang dikuasai oleh hanya dua perusahaan," kata Asnan kepada VICE Indonesia. Dia melihat, dampak buruknya sudah langsung terasa pada pengusaha ritel kecil. "Hanya dua itu yang punya kapitalisasi besar untuk melakukan ekspansi. Yang lain enggak akan sanggup menguasai irama dan investasinya."

Merujuk data terakhir, Indomaret mengoperasikan lebih dari 12.800 gerai di Sumatra, Jawa, dan Madura, yang mana 60 persen gerai dimiliki langsung perusahaan sementara sisanya dipunyai masyarakat melalui sistem waralaba. Adapun Alfamart sesuai data 2016, bersiap menambah 1.000 gerai baru di seluruh Indonesia tahun ini, belum termasuk 200 gerai Alfamidi yang konsepnya mendekati supermarket. Bahkan Alfamart hendak mengekspor dominasi itu ke negara lain. Alfamart bersiap membuka 200 unit cabang di Filipina dalam waktu dekat.

Faktor lain yang menyebabkan kejayaan (atau tepatnya penjajahan) Indomaret dan Alfamart di Tanah Air adalah karakteristik gaya belanja masyarakat Indonesia. Menurut Asnan, orang Indonesia cenderung lebih senang membeli barang setengah jadi, tapi tak suka terlalu banyak pilihan, sehingga minimarket dipilih dibanding supermarket. "Orang Indonesia masih lebih membutuhkan supermarket kelas kecil untuk dibawa pulang dan diolah di rumah, tidak seperti convenient store yang sifatnya hanya dibutuhkan sesaat untuk digunakan saat itu juga," ujarnya.

Karakteristik belanja ini pula yang membuat satu pemain baru, jaringan Seven Eleven di bawah naungan PT Modern International Tbk yang sempat mengobarkan persaingan, akhirnya jatuh terseok-seok dua tahun terakhir. Orang Indonesia ternyata tak segitunya menyukai konsep oplosan minimarket dan kafetaria.

Seperti dominasi di belahan dunia manapun, Indomaret dan Alfamart membuat bangkrut ribuan warung skala kecil. Beberapa pemda melarang jaringan ritel itu masuk karena khawatir akan memicu kelesuan UMKM setempat. DKI Jakarta, kota yang dijejali ribuan gerai dua minimarket itu, sempat membuat aturan agar Indormaret dan Alfamart tak menghabisi pemain kecil.

Sesuai Pasal 9 Perda DKI 2/2002, penyelenggara usaha minimarket harus memenuhi ketentuan, salah satunya memastikan harga jual barang-barang sejenis tidak boleh jauh lebih rendah dari warung dan toko sekitarnya. Realitanya jauh panggang dari api. Beragam promo dan persaingan membuat harga minimarket lebih murah. Apalagi semua gerai Indomaret dan Alfamart dibekali pendingin udara, rak-rak menarik, dan sokongan modal seakan tak ada batasnya. Siapa sanggup melawan mereka?

Sekilas cerita dominasi minimarket ini mirip kisah Daud melawan Goliath. Bedanya si Goliath terlanjur membuat Daud sakaratul maut karena cuma melawan pakai ketapel. Mungkinkah situasi berbalik di masa mendatang?

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Tutum Rahanta, meminta masyarakat tidak perlu khawatir. Alasannya si Goliath pasar minimarket Indonesia tak cuma satu sosok, melainkan ada dua. Itupun mereka tidak akur. Sehingga, persaingan kedua perusahaan itu akan menguntungkan konsumen karena mengerek harga jual setiap produk menjadi rendah. Bakal jadi masalah serius jika salah satu dari Indomaret atau Alfamart tumbang. Bisa muncul pasar tak setara dalam bisnis ritel Indonesia yang membahayakan perekonomian.

"[Gerainya sampai sebelahan] karena memang sudah sangat tipis dan sempit persaingannya untuk space, tapi selama mereka tidak memiliki sifat yang oligopoli maka sah-sah saja. Toh yang mendapatkan manfaat itu konsumen," kata Tutum kepada VICE Indonesia. "Sejauh persaingan itu masih sama-sama kuat, saya rasa tidak ada masalah."

Baca Juga





m